SEJARAH KOTA
PONTIANAK (KOPON 1)
Woiwoiwoi dak budak pe kabar ???
hehhehe* (hai .... teman apa kabar),,,, setelah bertarung dengan rutinitas dan
malas akhirnya ada juga waktu saya mewarta cerita, tetang sebuah kisah kota
tercinta yakni Pontianak. Juni puluhan tahun silam (joke hehhe) saya terlahir dari rahim seorang ibu berketurunan arab
(yaman) yang masih ada keterkaitan dengan KESULTAN KADRIYAH walau tidak terlalu
dekat keterkaitan tersebut, paling tidak seluk beluk keluarga kami diketahuai
kesultanan heheh (peace). Radius 300
meter arah selatan keraton kadriyah disanalah aku tinggal bersama ke dua orang
tua, tiga orang saudara, berserta ibunya ibuku tinggal disana.
Cerite punye cerite....* (cerita punya cerita) Sembilan
huruf P-O-N-T- I-A-N-A-K, atau sama
dengan kata lainya Kuntilanak / sundal bolong. Memang ketika menyebutkan
Pontianak kebayakan orang akan membayakan dengan suatu mahluk yang menyeramakan,
yakni perempuan gaib berperawakan
menakutkan dengan rambut panjang menutupi bagian punggungnya yang kosong serta
menggunakan gaun putih memanjang., yaaa itulah stigma yang beredar dan melekat
di masyarakat. Hal itu tidak bisa lepas dari cerita asal mula Kota Pontianak
yang didirikan oleh Sultan Syarif Abdurahman Al-Qadrie (putra Al-habib Husin,
Seorang penyebar ajaran islam yang bersal dari timur tengah (Yaman).
Kisah pontianak berikut ini saya dapatkan berdasar cerita mbah
google; bermula Tiga bulan setelah ayahnya wafat pada tahun 1184
Hijriah di Kerajaan Mempawah, Syarif Abdurrahman bersama dengan saudara-saudaranya
bermufakat untuk mencari tempat kediaman baru. Mereka berangkat menyusuri
Sungai peniti. Waktu dzuhur mereka sampai di sebuah tanjung, Syarif Abdurrahman
bersama pengikutnya menetap di sana.
Namun Syarif Abdurrahman mendapat
firasat bahwa tempat itu tidak baik untuk tempat tinggal dan ia memutuskan
untuk melanjutkan perjalanan mudik ke hulu sungai. Tempat Syarif Abdurrahman
dan rombongan sembahyang dhohor itu kini dikenal sebagai Tanjung Dhohor.
Ketika menyusuri Sungai Kapuas, mereka
menemukan sebuah pulau, yang kini dikenal dengan nama Batu Layang, dimana
sekarang di tempat itulah Syarif Abdurrahman beserta keturunannya dimakamkan.
Di pulau itu mereka mulai mendapat gangguan hantu Pontianak (Kuntilanak).
Syarif Abdurrahman memerintahkan kepada seluruh pengikutnya agar memerangi
hantu-hantu itu dengan meriam. Sebelum peluru meriam dimuntahkan, beliau
bernazar “di mana peluru meriam jatuh, di situlah akan didirikan kesultanan”.
Ikrar itu dilaksanakan. Kegiatan membunyikan Meriam Karbit ini pun di kota Pontianak
kemudian dilestarikan secara turun-temurun. Tapi, bukan untuk mengusir hantu
melainkan untuk perayaan hari-hari besar, seperti Ramadhan, Lebaran, dan Tahun
Baru.
Peluru itu pun jatuh di persimpangan
Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Setelah delapan hari menebang pohon di daratan
itu, Syarif Abdurrahman membangun sebuah rumah dan balai, dan kemudian tempat
tersebut diberi nama Pontianak. Di tempat itu kini berdiri Mesjid Jami dan
KERATON KESULTANAN KADRIYAH. Akhirnya pada tanggal 8 bulan Sya’ban 1192
Hijriah, bertepatan dengan hari senin dengan dihadiri oleh Raja Muda Riau, Raja
Mempawah, Landak, Kubu dan Matan, Syarif Abdurrahman dinobatkan sebagai Sultan
Pontianak dengan gelar Syarif
Abdurrahman Ibnu Al Habib Alkadrie. Peninggalan Keraton dan Masjid ini, sampai sekarang masih
ada dan bisa kita kunjungi.
TERIMA KASIH
*dialek
Pontianak